Jumat, 03 Februari 2012

Melukis Pelangi

Lagi-lagi, hati kembali mengelabu, sewarna dengan langit sore ini. Aku menggurat kembali kepesimisan itu dalam relung hatiku. Ah, ternyata aku di hari ini masih sama dengan aku yang kemarin. Semangat yang kupunya selalu tak permanen, seperti ukiran pada pasir pantai, yang mudah terhapus oleh sapuan air laut. Hari ini, aku kembali mati.
“Janganlah kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang yang kafir” sepotong ayat dari surat Yusuf itu ternyata masih belum cukup untuk menguatkan aku. Astaghfirullah…maafkan aku ya Rabb, mungkin imanku memang belum kokoh hingga masalah sepele seperti ini pun belum mampu kuatasi.
Mata sayuku belum juga bisa lepas dari lembar ujian Mikrokontroler itu. Otakku, sama sayunya, pun masih tak bisa mengalihkan memori tentang Pak Syamsul saat menjelaskan jawaban ujian. Semuanya sempurna menghantam mimpiku. Sempurna menggelapkan ruang harapku. Ya, sempurna untuk membantingku yang sedang berusaha mengepakkan sayap-sayap pembelajaran. Sempurna mengembalikanku ke dasar lagi, mengembalikan keyakinan  bahwa aku memang terlalu bodoh untuk bisa. Dengan kata lain, sempurna mengungkungku dalam ketidakinginan. Ya, aku kembali tidak ingin belajar.
                                                            ***
Enam Bulan Sebelumnya….
Aku tak kuasa menahan butiran bening itu untuk tak mengalir dari bola mataku. Uh, hari ini gagal lagi. Aku sepertinya memang tak becus di sini. Bayangkan! Sepertinya aku sudah mengorbankan waktu tidurku untuk mempelajari semua rangkaian elektronika ini, tapi ternyata, di meja ujian, rangakaian itu menolak tanganku menghidupkannya. Mati total. Kuutak-atik lagi. Percuma. Dua jam habis, rangkaianku tak kunjung hidup. Ujian elektronikaku sama hancurnya dengan semua ujian sebelumnya. Hhhh…
                                                                        ***
Sayu, mataku nanar melihat apa yang tertera pada KHS (Kartu Hasil Studi) milikku. Memang sesuai dugaan,IP-ku hancur, mencapai angka 3 pun tidak. Astaghfirullah, ya Rabb, tampaknya jurusan yang aku ambil ini tak sesuai dengan kapasitasku. Ah, kembali rasa sesal itu menyesak dalam dadaku, sesal mengapa aku tak berpikir masak-masak saat memutuskan untuk masuk ke dalam jurusan ini. Jurusan Elektronika Instrumentasi.. Jurusan di mana aku tidak mampu apa-apa..
            “Berapa IP-mu, Ra?” pertanyaan singkat dari ibu terasa begitu pedih, menyayat tiap relung hatiku. Aku mengulum senyum pahit.
            “Kecil, Bu” jawabku singkat. Bola mataku malu sekali untuk menatapnya.  Namun, sempat juga kulihat senyum tipisnya, tiada terlihat kecewa sedikitpun dalam raut wajahnya.
            “Yang penting udah ikhtiar.. Semester depan kan bisa ditingkatkan” jawabnya lembut.  Aku mengangguk. Kata-kata ibu membuatku sedikit terhibur. Dalam  kekecewaanku, kuguratkan tekad untuk sanggup memperbaiki semua, demi ibu.
Enam Bulan Kemudian…
            Setengah tak percaya, aku mengucek-ucek mataku. Benarkah ini? Ini bukan mimpi ‘kan? Angka 3,8 tertera di Kartu Hasil Studiku. Hasil yang sungguh berbeda dengan semester yang lalu.  Alhamdulilah, bibirku langsung mengucap syukur pada Yang Maha Kuasa… Ya Rabb, sungguh benarlah bahwa bersama kesulitan Engkau sertakan kemudahan…. Dan benarlah kata pepatah Arab man jadda wajada. Ternyata aku mampu jika aku berusaha sungguh-sungguh… terima kasih ya Rabb…
            Hari itu, cahaya optimisme mulai menyala di hatiku. Membayangkan senyum ibu yang merekah saat mendengar kabar IP-ku, menambah buncahan rasa bangga dalam hatiku.
Detik Ini….
            Aku kembali mati. Ya, aku kembali tidak ingin belajar. Sempurna sudah… Ternyata IP 3,8 yang kudapat semester lalu hanyalah kebetulan saja. Aku sesungguhnya memang tak pintar di bidang ini. Buktinya? Sekarang? Aku kembali harus menelan kenyataan pahit bahwa ujianku tak semulus yang kubayangkan. Hhh….
Dua Jam Kemudian…
            Seolah ada ikatan batin, sore itu, ibu meneleponku dan menanyakan kabar.
            “ Hujan di sana, Ra?” tanya Ibu.
            “Iya, Bu..Hujan, padahal tadi pagi masih terang aja” jawabku.
            “Cuaca kan mudah berubah, Ra.  Yah..mirip nasib seseorang lah… “
            “Apa hubungannya Bu?” aku mengernyitkan kening.
            “Kadang mendung, kadang cerah…Nasib juga begitu..kadang baik, kadang buruk.. Namanya juga kehidupan, ga selamanya seneng.” jelas Ibu.
Deg! Aku terhenyak. Ibu belum kuberi tahu tentang masalah ujian, tapi beliau seolah merasakan. Kata-kata ibu tadi seakan ingin mengatakan padaku bahwa tak selamanya nilai aku harus bagus.
            “Tapi…bukannya lebih enak kalau seneng terus ya Bu? Kenapa harus ada menderita segala?”
            “Hemm…benarkah? Rara pernah lihat pelangi kan? Untuk melihat pelangi, hujan memang harus turun sedikit kan? Tanpa rasa sakit, kebahagiaan takkan bisa kita nikmati secara total….”
            Akh….Lagi-lagi, memang ibu selalu saja datang di saat yang tepat. Hatiku mulai kembali lapang.
            “Makasih Bu…pas banget” ucapku.
            “Pas banget?? Hemm, lagi down gara-gara nilai lagi ya? Jangan gitu lah,, kan itu tandanya Allah pengen kamu ga berhenti belajar.. Jangan mentang-mentang IP kemarin dah tinggi, trus kamu ngerasa bisa, lalu jadi turun deh intensitas belajarnya… gitu, sayang…” Hemmm…kayaknya memang bener, ibu selalu tahu!
            “Iyaaaa…hehe..makasih ya Bu” Ah, lenyap sudah semua guratan kepesimisan tadi. Bismillah, kukumpulkan kembali semangatku yang sempat berserakan. Aku siap tuk melukis kembali pelangi mimpiku!  
           
           






Begadang Oh Begadang....

Astaghfirullah. setengah enam! Pagi itu, telat bangun. Mungkin alarm tubuhku sedang rusak. Walhasil, sholat subuh benar-benar telat. Astgahfirullah.

Selidik punya selidik, ternyata ini akibat begadang :(
tadi malam memang jam tidurku melebihi batas, baru jam setengah2 mataku mengatup, mengantar roh dalam genggamanNya. Mungkin juga akibat lupa berdo'a sebelum tidur, roh itu akhirnya baru kembali pukul setengah enam pagi itu.

Begadang. Kenapa ya, seringkali kita begadang?
Rata-rata begadang akrab banget buat anak kuliahan yang punya segudang tugas. Begadang bisa juga menyerang bola-holic, kalau sedang musimnya piala dunia. Ada juga yang begadang gara-gara ngobrol kelamaan.

Apa sih dampak begadang itu??
Bisa dibuka link http://uniqpost.com/18122/dampak-dampak-yang-terjadi-akibat-begadang

Dari link itu, bisa dilihat kalau dampak negatif dari begadang jauh lebih besar dibanding dampak positifnya.
Sebagai tambahan, dampak negatif lain adalah seperti kasus "bangun kesiangan" yang baru saja saya alami, sholat subuh jadi kesiangan.
Padahal, sholat subuh itu merupakan sholat yang disaksikan malaikat lho :(
Ini ada dalam hadits Rasullullah SAW:
"Malaikat saling bergantian dalam mengawasi kalian semua pada waktu malam, dan juga malaikat pengawas di waktu siang, mereka berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat Ashar. Kemudian malaikat yang berjaga malam hari naik, lalu Allah bertanya kepada mereka tentang hamba-hamba-Nya sedangkan Allah lebih tahu keadaan mereka, “Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan? Maka para malaikat menjawab, “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan ketika kami datang mereka pun juga sedang dalam keadaan shalat.”
Duh, sayang banget ya kalau telat...

Solusinya???
Gimana kalau pindah waktu aja?
tidurnya lebih awal, bangun di sepertiga malam terakhir.
Pikiran lebih jernih, tugas pun bisa dikerjakan lebih lancar. InsyaAllah...
sedangkan untuk begadang karena nonton bola atau ngobrol, mungkin lebih baik dihilangkan.
Nonton bola lewat siaran ulang saja, dan ngobrolnya dipindah jangan malam hari (hem, tapi ngobrolnya jangan sesuatu yang ga bermanfaat ya :P)

Siiiph, ayo belajar.

#nampar diri sendiri, 04022012
(Ipeh, kalau kamu ga nginep kost-ku, mungkin aku udah ketinggalan kereta pagi)

Sabtu, 28 Januari 2012

Kisah Abu Hurairah

TOBATNYA ABU HURAIRAH RA
.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Pada suatu malam setelah salat Isya saya keluar bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba di hadapanku ada seorang wanita bercadar yg sedang berdiri di tengah jalan, seraya berkata, "Wahai Abu Hurairah! Sesungguhnya aku telah melakukan perbuatan dosa besar. Apakah masih ada kesempatan bagiku untuk bertobat?"

Lalu saya tanya wanita itu, "Apakah dosamu itu?"
Dia menjawab, "Aku telah berzina dan membunuh anakku dari hasil zina itu." Kukatakan padanya, "Kau telah binasakan dirimu dan telah binasakan orang lain. Demi Allah, tidak ada kesempatan bertobat bagimu."

Mendengar jawabanku, wanitu itu menjerit histeris dan jatuh pingsan. Setelah siuman dia pun lantas pergi. Aku berkata di dalam hati, "Aku berfatwa, padahal Rasulullah saw. ada ditengah-tengah kami?"

Pada pagi harinya aku menemui Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah! Tadi malam ada seorang wanita meminta fatwa kepadaku berkenaan dengan ini…. dan ini…." Setelah mendengar penjelasan aku, beliau bersabda, "Innaa lillahi wa inna ilahi raajiun! Demi Allah, celakalah engkau dan telah mencelakakan orang lain. Tidakkah kau ingat ayat ini : "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Furqaan:68-70)

Maka aku keluar dari sisi Rasulullah saw. dan berlari menyusuri gang-gang jalan Madinah, sambil bertanya-tanya, "Siapakah yg bisa menunjukkan aku kepada seorang wanita yang meminta fatwa kepadaku tentang begini dan begini tadi malam?" Sementara anak-anak bersorak, "Abu Hurairah sudah gila!" Hingga menjelang larut malam, baru aku menemukannya di tempat itu.

Maka kuberitahukan segera pada wanita itu seperti apa yang dikatakan Rasulullah saw. bahwa dia boleh bertobat. Wanita itu kembali menjerit kegirangan seraya berkata, "Kebun yg kumiliki akan kusedekahkan kepada orang-orang miskin karena dosaku."

Dari kisah tersebut, dapat diambil beberapa ibrah :

1. Mengatakan tidak tahu untuk hal yang belum kita yakini, lebih baik daripada mengatakan hal yang justru akan mencelakakan orang lain.
Tak perlu malu, karena ketidaktahuan itu suatu kewajaran, dan bukan merupakan bentuk kebodohan :)
2. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Karenanya, tak perlu berputus asa akan ampunanNya, bila kita sudah terlanjur berbuat salah. Jangan menyesalinya berlarut-larut, tapi menyesalinya dengan sungguh-sungguh, dan bertekad tak mengulanginya lagi serta diikuti dengan perbuatan baik. :)

"Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Karena sesungguhnya perbuatan baik itu akan menghapus perbuatan buruk " (Hadits)

Laa haula wa laa quwwata ila billah... :)


#kultum liqo 27 Jan 2012

Sabtu, 14 Januari 2012

Trust; How Expensive It Is.

Pernah mendengar kisah seorang penggembala?

Penggembala ini adalah seseorang yang suka iseng. Suatu ketika, dia berteriak minta tolong pada masyarakat sekitar.
"Tolong!! Ada serigala yang hendak memangsa domba-dombaku!!!"

masyarakat pun bergegas menuju padang rumput, hendak menyelamatkan domba-domba milik sang penggembala. Namun, sesampainya di sana, serigala yang dimaksud tak terlihat rimbanya. Sang penggembala pun terpingkal-pingkal.

"Aku hanya bercanda, hahahaha."

Orang-orang pun meninggalkannya dengan kesal. Penggembala masih tertawa terpingkal-pingkal.

Esok harinya, ia mengulang hal yang sama. Orang-orang pun masih tertipu oleh tingkahnya. Kejadian ini berlangsung tiga kali.

Hingga akhirnya.....
serigala itu benar-benar datang!!!
Penggembala panik dan meminta tolong pada orang-orang. Namun, orang-orang itu mengabaikannya. Mereka sudah tidak mempercayai penggembala itu lagi.

"Ah, paling juga bohong lagi"

"Tidak! kali ini aku benar-benar jujur! aku tidak berbohong!"
penggembala berteriak memelas. Namun, semuanya percuma. Kepercayaan itu telah terkikis habis oleh tiga kali kebohongan si penggembala.

Penggembala benar-benar menyesali kebohongannya dulu, namun apa daya, domba-domba itu benar-benar tak terselamatkan.

Sungguh begitu mahal harga sebuah 'kepercayaan'. Sekali menggenggam sebuah kepercayaan, sepatutnya kita berusaha untuk jangan menjatuhkannya, karena amatlah sulit untuk mendapatkannya kembali.

Benarlah jika dikatakan bahwa hal terberat adalah suatu "amanat". Dikisahkan dalam Al Qur'an, bahwa gunung-gunung bahkan enggan menerima amanat dari Allah, karena begitu beratnya. Namun, manusia mau menerimanya. Penerimaan yang semestinya diikuti dengan tanggung jawab.

Jangan pernah mengecewakan orang yang memberikanmu kepercayaan.
Kepercayaan orang tua pada sang anak untuk belajar yang giat,
Kepercayaan pembeli pada pedagang tentang baiknya kualitas barang,
kepercayaan seorang sahabat dalam menjaga suatu rahasia,
kepercayaan seorang anak buah pada pemimpinnya....

Semoga kita bisa menjadi orang-orang yang memegang kepercayaan yang dibebankan pada diri masing-masing...amiiin